Thursday, July 5, 2012

lepaskan behel itu


Fabian baru saja menceraikan Fangela 1 bulan yang lalu. Alasannya sederhana, karena mereka belum dikaruniai anak. Sebenarnya Ini bukanlah sepenuhnya keputusan Fabian. Orangtuanya menjadi dalang di balik semua ini. Mereka ikut andil mempengaruhi juga mengintimidasi wayang kecilnya itu.  Fabian sudah seperti wayang yang jalan hidupnya diatur oleh mereka.

Sakit yang dirasakan Fangela tidak sebanding dengan apapun di dunia ini. Bagaimana tidak? Lelaki yang dicintainya ternyata tega menceraikannya begitu saja. Dengan mudah , tanpa memikirkan perasaan Fangela. Apakah suatu racun dari orangtuanya itu begitu hebat pengaruhnya sehingga dengan mudahnya Fabian meninggalkan Fangela. Pernikahan mereka mungkin telah berakhir namun tidak bagi Fangela, hatinya tetap tertaut pada Fabian. Bagaimanapun sulit sekali melupakan seseorang yang ia cintai. Apalagi mereka pernah mengecap sebuah rumah tangga walau hanya sekejap.
 Fangela tidak mengerti pada dirinya sendiri. Sejahat apapun Fabian tetapi ia tidak bisa marah kepadanya . Apakah itu yang dinamakan cinta sejati? Ketika kata-kata cerai itu diucapkan ia sama sekali tidak memberontak. Ia menerimanya dengan tulus dan mencoba memahami apa maksud Fabian. Walaupun maksud itu tidak dapat ia mengerti hingga sekarang , namun ia yakin ini adalah keputusan terbaik.
Sore itu Fangela pergi ke dokter gigi , sengaja ia pergi ke tempat praktek Fabian. Karena ia merasa merindukan mantan suaminya. Setelah antri beberapa menit, bagiannya datang juga.  Ia membuka kenop pintu. Pelan-pelan wajah itu muncul lagi di hadapannya. Fabian tampak masih sama seperti biasanya. Rahangnya yang tegap dan kulitnya yang putih susu juga bintik-bintik coklat di sekitar pipinya masih sama seperti dulu.
Mereka duduk berhadapan ,  dilihatnya sosok dokter itu tersenyum kaku, seolah kaget melihat pasien yang ada di hadapannya tapi ia mencoba menyebarkan kehangatan. Seperti yang biasa mereka lakukan dulu.
Apa keluhannya bu?” Tanya Fabian
“Fabian…” Fangela menatap Fabian dengan tatapan sendu. Banyak hal yang ingin ia utarakan . Tentang semuanya, tentang kerinduannya , tentang perasaannnya juga tentang rasa sakitnya yang tak pernah ia ungkapkan kepada siapapun.
Kita di sini sebagai dokter dan pasien, ngel. Professional-lah dan jangan campurkan urusan pribadi kita.” Ujar Fabian , setelah melihat tatapan Fangela yang ia anggap aneh.
Tenang , fab. Aku ngerti kok. Aku kesini mau konsultasi tentang behel. Aku pingin pasang behel, kamu mau kan pasangin untuk aku?” Tanya Fangela.
Tapi gigi kamu udah rapih.”
Nggak! Nggak serapih yang kamu pikirin! Ini bukan soal rapih atau enggak! Ini soal behel! Aku pingin pasang behel!!!” Nadanya semakin tinggi. Setelah perceraian itu memang Fangela lebih banyak merenung, ia berfikir terlalu keras. Sehingga terkadang tingkahnya seperti orang stress. Fabian menyerah, akhirnya ia memutuskan untuk menuruti apa yang Fangela inginkan.
Mari…” Ucap Fabian seraya menunjuk kursi tempat pemeriksaan.
Ketika Fangela duduk disitu , Fabian mulai menyalakan lampu khusus yang mengarah ke gigi pasien. Ia juga mengenakan masker serta sarung tangan karet.
Buka mulutnya.” Suruh Fabian. Dengan seksama ia mengamati deretan gigi Fangela. Rapih dan putih. Sama sekali tak ada masalah.
Cukup.” Ucapnya diakhir pemeriksaan. Ia kemudian mematikan lampu khusus.
Sebenernya motivasi kamu pake behel itu apa?” Tanya Fabian seraya melepas maskernya.
Fangela terdiam sejenak. Matanya menari kesana-kemari.
Aku.. aku… aku pingin ketemu kamu teratur,  tiap bulan… tiap aku check up.”  Akhirnya Fangela bicara jujur.
‘sudah kuduga…’ Batin Fabian. Ia menghirup udara dalam –dalam.
Baik. Akan aku pasang .”
Satu minggu kemudian Fangela datang ke klinik. Membawa hasil rontgen rahangnya. Sampai saat itu tiba… Fangela duduk di kursi eksekusi.. Detik demi detik dilaluinya dengan senang dan berharap ia bisa terkunci di detik itu.Berhenti disaat jarak antara mereka begitu dekat. Ia diam begitu tenang  dan membiarkan Fabian bekerja, melakukan apapun pada giginya. Sesekali ia terpejam ketika benda bercahaya biru didekatkan pada giginya.
2 jam telah berlalu, behel berwarna silver itu kini tampak di deretan giginya. Malamnya Fangela merasa sakit luar biasa, namun ia sama sekali tak mengeluh.  Ia berdalih bahwa inilah yang harus ia bayar demi bertemu dengan Fabian walaupun itu hanya satu bulan sekali.
Bulan demi bulan telah mereka lalui, sampai suatu sore ponsel Fabian berdering. Mantan mertuanya menelepon dengan suara yang misterius.
Kemari nak… Fangela butuh bantuanmu… Jangan sampa terlambat… Sebelum adzan maghrib berkumandang, kamu harus berada di rumah saya. Tentu kamu masih ingat alamatnya , kan?”
Seketika bulukuduk Fabian merinding. Suara itu terdengar sangat menyeramkan terlebih suara mertuanya itu seperti suara mak lampir.
Baik, ma. Saya segera kesana.” Seperti terhipnotis, Fabianpu  menurut.
                                                                ***
Setibanya di rumah mantan mertuanya , Fabian makin merasa aneh. Ia melihat orang-orang asing yang menatapnya seolah-olah Fabian baru saja mencuri. Mereka melirik tajam, ada beberapa yang mendelik dan ada yang menatapnya dengan sudut matanya.
Dengan langkah gemetar Fabian masuk ke rumah itu. Harum bunga melati mulai menelusup rongga hidungnya.
Nak Fabian… Akhirnya datang juga.. Sini nak..” Ucap mantan mertuanya itu , ia memakai kebaya serta samping . Rambutnya yang berwarna putih ia sanggul secara asal. Senyumannya yang penuh misteri itu membuat ujung matanya makin terlihat keriput.
Fabian mengikuti langkah nenek itu memasuki sebuah kamar dengan lampu kuning yang temaram.  
Ini dia orangnya..”  Nenek itu menunjuk Fangela yang tengah terbaring di kasurnya sambil memejamkan mata.
Saya harus ngapain , ma?” Tanya Fabian.
Mertuanya mengangkat wajah Fabian dengan kuat. Mencengkramnya dengan penuh dendam. Matanya pun melebar dan senyumnya berubah menjadi senyum yang menakutkan.“LEPASKAN BEHELNYA!” Perintah nenek itu seraya membanting wajah Fabian ke arah Fangela.
Baik… ma.”
Dengan sedikit bergetar , Fabian mengeluarkan peralatan yang berada di tasnya. Kemudian mencoba membangunkan Fangela dengan menyentuh pipinya.
Ngel.. ngel.. bangun..” Ucapnya, lembut.
Pipi Fangela terasa dingin. Bibirnya juga pucat pasi.
Ngel, aku lepas behel kamu. Nggak apa-apa nih? Ngel?” Ucapnya. Fabian lalu mengarahkan jari telunjuknya ke bawah lubang hidung Fangela. Namun ia sama sekali tidak merasakan hembusan yang keluar dari hidung itu. Tangannya bergetar mendapati kenyataan tersebut. Ia kembali melirik mantan mertuanya yang masih berada di belakangnya.
Ma..” ucapnya , pelan.
Mantan Mertuanya itu hanya mengangguk, “Langsung saja kau lepas behel itu!” Perintahnya.
Pertanyaan muncul di kepalanya. Ia masih bingung atas apa yang ia alami sekarang. Tentang Fangela, tentang mantan mertuanya dan tentang semua orang-orang aneh itu. Dengan penuh tanda Tanya ia pun segera melepas behel-behel yang ada di gigi Fangela. Ia melepasnya dengan hati-hati juga sangat teliti. Semua kawat dan braket ia simpan dalam suatu plastic khusus untuk nanti ia buang. Inilah pertama kalinya ia melepas behel dari seseorang yang terpejam. Rasanya agak aneh, juga agak mistis.
Pekerjaannya kini telah selesai, ia duduk di tepi ranjang ditemani mayat Fangela dan juga mantan mertuanya itu.
Sebenarnya ada apa , ma?”
Mata nenek itu menerawang ke langit-langit. Raut mukanya Nampak sedih sekali. Namun ia paksakan untuk berbicara meskipun agak bergetar.
“Fangela, dia mati. Sewaktu di kamar mandi ia terpeleset. Darah bercucuran bercampur dengan air di lantai kamar mandi. Ema membantunya berdiri. Ia bilang sakit, sangat sakit. Dan ketika dilarikan ke rumah sakit ia masih hidup. Dokter bilang bahwa ia mengalami benturan yang sangat hebat, sehingga ia keguguran.”
“keguguran? Apa maksud ema?” Mata Fabian melebar reflek.
“iya, calon anakmu itu gagal diselamatkan.”
Dada Fabian mulai merasa sakit. Ternyata anggapannya selama ini salah, ternyata Fangela mampu memberinya anak.
Anak saya?” tanyanya masih tak percaya.
Iya anakmu! Anak siapa lagi!!”
Fabian masih tak percaya, ia merasa menjadi suami dan ayah paling buruk sedunia. Ketika istrinya sedang mengandung malah ia menceraikannya, ia juga tidak bisa menemani Fangela selama masa hamilnya. Ia tak bisa menjaga Fangela dan  juga anaknya. Ia merasa sangat buruk dan sangat payah. Nafasnya mulai bergetar. Ia menatap nanar mantan istrinya itu, matanya terpejam dan tak akan pernah bisa terbuka. Di pegangnya tangan Fangela, ia mengusapnya dan merasakan kedinginan. Air matanya tumpah begitu saja. Ia berpindah mengusap kening  serta rambut Fangela. Ia mengusapnya dengan penuh perasaan karena ia tahu , inilah kesempatan terakhirnya melihat Fangela.
“Dia bersabar ketika kamu menceraikannya, ia bilang ia akan mencoba mengerti. Ia sengaja tak memberitahu tentang kandungannya , karena takut kamu membatalkan perceraian sedangkan kamu sudah mengatakannya berulang-ulang. Ia takut kamu malah jadi anak durhaka kepada kedua orangtuamu. Tapi fikirannya malah semakin kacau. Dia berkorban terlalu banyak. ”
 “Ema sengaja memanggilmu kesini untuk melepas behelnya. Karena ema tidak mau dia mati sambil memakai behel. Maafkan semua kesalahan dia, dia belum bisa jadi istri terbaik untuk kamu. ”
Fabian semakin terisak mendengar penjelasan mantan mertuanya itu. Tangisnya yang semula hening kini berubah menjadi nyaring. Ia bersimbuh memegangi kaki mantan mertuanya. “Enggak ma! Harusnya Fabian yang minta maaf. Fabian nggak bisa jadi suami yang baik bahkan sampai dia mati , ma.”  Tak lama angin bergerak begitu manja, membelai  punduk dan leher Fabian, membuat bulu kuduknya menari-nari.

No comments:

Post a Comment

jangan jadi silent reader, tinggalkan komentar atau mention @tersugakan