Pagi itu aku terdiam di ruang tamu. Membiarkan sebagian mukaku ditimpa cahaya matahari pagi yang menerobos masuk lewat jendela. Aku tidak peduli walaupun itu menyilaukan. Yang kupikirkan adalah Dika. Dimana ia tidur semalam? Dan apakah dia sudah makan ? Suasana rumah begitu sepi tanpa ada lagu korea yang selalu ia putar. Ah, aku merasa mulai gila. Lebih baik aku mulai menyalakan music korea dan mungkin hal itu bisa membuatku merasa bahwa Dika berada di tempat ini, bersamaku.
Tak lama kudengar suara pintu yang diketuk. Aku harap itu seseorang yang bisa membuat diriku lebih berguna. Ku bukakan pintu dan..
“Rifa?”
Kuamati sosok perempuan yang berdiri di hadapanku. Ia tersenyum. “Kamu..” Ujarku seraya berkerut samar.
“Aku sarah, temen Dika di lokasi syuting.”
***
Kami duduk berhadapan di meja makan. Kulihat sarah mengaduk kopi yang telah kubuatkan untuknya.
“Ada apa?” Tanyaku.
“Aku turut prihatin atas hal yang menimpa Dika.” Aku bisa melihat ekspresi wajahnya memang sesuai dengan apa yang ia ucapkan.
“Kamu yang sabar ya..” Ujarnya lagi. Aku bersidekap dan menatap matanya lurus-lurus. Benar apa yang Dika ucapkan, Sarah memang baik dan juga menurutku, dia penuh ketulusan.
“Dika banyak cerita tentang kamu. Tentang pernikahan kalian.”
Mataku melebar seketika. Kaget atas apa yang baru Sarah ucapkan. Apa yang Dika katakan padanya mengenai aku?
“Hah!?”
Aku melihatnya tersenyum sambil menerawang langit-langit ruangan ini.
“Pernikahan terpaksa diantara kalian berdua. Aku lucu mendengarnya. Ternyata di masa modern seperti ini perjodohan masih berlaku , ya?”
“Bukan! Ini bukan perjodohan biasa! Dan ini semua nggak se-simple yang kamu pikirin, Sar.”
“Tapi Dika nggak cerita itu ke aku.” Ujarnya
Aku senang menerima kenyataan ini. Ternyata Dika tidak membeberkan rahasia ini kepada teman dekatnya sendiri. Biarlah hanya kami yang tahu bahwa ini bukan perjodohan biasa. Biarlah kami yang memahaminya.
“Lupakan…” Ucapku.
Sarah kembali menerawang langit-langit seperti mengingat-ngingat bagaimana Dika menceritakan hal itu padanya, “Dia bilang, kamu cewe paling tegar dan cantik di matanya. Dia suka cara kamu ngiket rambutmu. Dia suka kening kamu yang indah itu, yang disisi-sisinya terdapat rambut-rambut berukuran pendek dan halus. Kamu cantik dengan poni tebalmu itu. dia paling seneng kalau kamu mengikat poni itu dan membiarkan dia melihat keningmu yang sempit. Dia suka itu semua. Dia juga bilang bahwa kamu adalah cewe dengan poni ter-tebal yang pernah ia temui sepanjang hidupnya.”
Aku merasakan dadaku berdenyut nyeri ketika Sarah mengatakan “Sepanjang hidupnya.” Sekarang saja aku tidak tahu dia ada dimana . Apakah hidupnya hanya sepanjang ini?
“Tapi, Dika pernah bilang ke aku. Kalau cewek idamannya itu park bom bukan aku.” Ucapku.
“Ya… dia juga pernah bilang kayak gitu ke aku. Tapi coba kamu pikir lagi deh. Park bom itu idolanya, dia bilang kalau cintanya ke idola nggak akan pernah bisa disamain dengan cintanya ke istrinya. Antara istri dan idola itu beda, Fa. Itu yang selalu dia bilang ke aku. ”
“Aku juga tau kalau kalian berjanji akan belajar mencintai satu sama lain , kan? Tapi engga buat Dika. Dia bilang bahwa dia nggak perlu belajar mencintai kamu, karena dengan mudah dia mencintai kamu, fa. ”
Aku masih tidak percaya. Semua pertahanan dan benteng di hatiku seolah roboh hanya karena kata-kata sederhana yang Sarah ucapkan. Benteng itu roboh dan menimpaku. Aku merasa sakit. Caranya mengucapkan dengan ketulusan yang membuat semua itu berbeda, aku menjadi percaya bahwa ketulusan mempunyai kekuatan sendiri dibanding sebuah kata-kata bualan yang menjilat.
“Kamu tau nggak? Dia seneng banget waktu kamu dateng ke lokasi syuting. Dia pernah cerita sama aku kalau dia juga ingin seperti yang lain. Di lokasi didatangi oleh seseorang yang dicintai, entah itu keluarga atau pacar. Katanya nggak mungkin kamu dateng ke lokasi syuting. Tapi ternyata kamu dateng. Dia nggak nyangka, dia seneng. Bener-bener seneng.
Terus aku Tanya , bakal dibeliin apa gaji pertamanya itu? Dan dia jawab, dia bakal kasih kamu sesuatu barang. Tapi dia nggak kasih tau aku. Dia Cuma bilang, biarlah ini jadi kejutan dan rahasia diantara kalian. Aku terharu, aku baru nemu cowok kayak dia. Dia orang baik-baik , fa. Dia baik banget. ”
Aku mengangguk. Mataku mulai terasa panas. Tak bisa tertahankan lagi, aku menangis. Sarah pindah duduk menjadi di sebelahku. Aku menoleh melihatnya. Ia membuka kedua tangannya. Menyodorkan sebuah pelukan. “Orang-orang bilang, pelukan bisa buat kamu lebih nyaman dan merasa terlindungi.” Ucapnya. Tanpa pikir panjang aku pun kini berada di pelukannya. Hanyut dalam suasana. Kubiarkan semua air mata ini membasahi baju Sarah.
***
Kini aku merasa baikan. Tapi masih terdiam tanpa ingin memulai pembicaraan.
“Lagu korea?” Tanya sarah seraya menunjuk sumber suara dari ruang tengah.
Aku mengangguk.
“Kenapa? Dika bilang kalau kamu nggak terlalu suka music ini?” Tanya Sarah.
“Nggak apa-apa. Aku cuma ingin suka atas apa yang ia suka. Dan kayaknya sekarang aku mulai suka sama lagu-lagu ini.”
Aku melihatnya mengangguk paham.
“Apa udah ada perkembangan dari pihak ke polisian?” Tanyanya.
“Engga ada.”
“Aku pikir… dia terjebak.” Ucap sarah.
“Maksud kamu?” Jujur, aku sama sekali tidak mengerti apa yang ia katakan.
“Dia terjebak di ruang dan waktu yang berbeda dengan kita. Disuatu tempat , entah dimana. Dia… terjebak di mesin waktu.”
Gila! Ia benar-benar gila! Mana mungkin itu semua terjadi. Ya, aku tahu dia memang tipe orang yang senang bercanda, namun membuat lelucon tentang Dika bukanlah perilaku yang tepat untuk saat ini.
“Kamu gila ?! Hah?! Jangan bercanda!”
“Enggak! Aku sama sekali enggak bercanda, fa. Dia bener-bener terjebak!!! ”
“Aku tau, kamu juga terpukul , Sar. Tapi , aku sebagai istrinya aja nggak sampai berkhayal seperti itu! Kamu berlebihan.” Sahutku dengan nada suara yang semakin meninggi. Benar-benar tak habis pikir .
“Aku nggak lagi berkhayal, fa. Ini serius. Aku pernah ngalamin itu semua makanya aku ngerti.”
“Ngalamin itu semua? Ngalamin apa?”
“Dulu aku pernah masuk ke sebuah benda elektronik. Dari awal aku emang ngerasa aneh sama benda itu dan benar aja, tubuhku dihisap kedalamnya. Aku ngelewatin sebuah lorong yang gelap sampai aku tiba di sebuah tempat yang aneh.”
“Tapi, kamu berhasil ada disini lagi , kan? Kasih tau aku gimana caranya!” tanpa sadar akupun mulai mempercayai apa yang sarah katakan.
“Itu sebuah keajaiban.”
Aku menopang keningku diatas meja makan. Merasa ini semua benar-benar aneh. Diluar logika.
“Aku yakin, Dika cukup pintar buat ngehadepin ini semua. Dia pasti bisa pulang.”
Aku menoleh ke arahnya,“ Tapi , sar! Dia tadi malam tidur dimana? Dia udah makan atau belum? Aku takut…” Ucapku dengan suara yang mulai bergetar.
“Dia… dia udah terlalu kurus… dia… pasti lapar… kedinginan…” Aku berbicara tersendat-sendat. Gigiku terasa bergemelatuk.
“Tapi, sisi positifnya… dia jadi lebih terkenal, Fa. Liat sekarang, banyak tv nge-beritain dia.”
“sempet-sempetnya kamu mikir kayak gitu, Sar! Keterlaluan!”
Ditengah-tengah suara hentakan music korea itu, aku masih bisa mendengar suara pintu yang di ketuk. Aku dan sarah saling menatap. Ia mengangguk meyakinkanku.
Aku dan sarah kini berada di depan pintu, aku memutar gerendel pintu dan membukanya. Seorang wanita berusia kira-kira 40 tahun berdiri disitu sekarang.
“Ini.. rumahnya actor itu ya..? Dika itu?” Tanyanya.
“iya, ada apa ya bu?”
Tangan ibu itu melambai ke arah sisi sebelah kirinya. Seseorang berjalan mendekat. Ia mengenakan baju sweter berwarna coklat. Aku mengangkat wajahku. DIKA! Itu Dika! Aku langsung menelusup ke pelukannya. Aku menyandarkan kepalaku di dadanya , bisa kudengar suara degupan jantungnya… dia masih hidup. Aku senang mendengarnya. Tanganku mencengkram erat sweter lembut itu. Seakan-akan takut kehilangannya lagi. Ku cium aroma khas yang menempel di sweternya. Masih sama. Harum dan hangat.
“Jangan pergi lagi..” Ucapku lirih, suaraku tenggelam diantara pelukan itu.
***
Malam itu aku dan Dika duduk berdua di sofa sambil menonton televisi. Sesekali kulirik ia yang duduk di sebelahku. Dengan sweter rajut berwarna abu-abu dan topi rajut yang berwarna biru tua , dia tampak begitu manis.
“Kemarin kamu kemana?” Tanyaku.
“Hmm.” Gumamnya. Dia melirik ke arahku. Lirikan yang teduh dan sangat aku sukai.
“Aku masuk ke computer tablet. Aku gatau awalnya gimana. Tablet itu jadi sangat ganas dan aku tiba-tiba ada di rumah ibu tadi. ”
“Masuk ke tablet? Itu kan kecil. Kamu cukup masuk kesitu? Sakit nggak?”
“Sakit , sakit banget.”
Aku menatapnya iba. “Kita harus buang tablet itu.” Ucapku.
“hmm… aku udah tau semuanya dari sarah.” Ucapku lagi.
“Tentang apa?” tanyanya.
“Semuanya, tentang kita.”
Matanya membesar, tersirat malu di mata beningnya itu.
“Dika,” Ucapku, pelan.
“Apa?”
Aku menatap lurus ke matanya.
“Bolehkah aku mencintaimu meskipun itu terlambat? Bolehkah aku merasa cemburu walaupun itu pada lawan mainmu? Bolehkah aku merasa takut kehilanganmu? Bolehkah aku menyukai apa yang kamu sukai? Dan bolehkah gadis berponi tebal ini menjadi milikmu seutuhnya?”
Aku melihatnya tersenyum. Matanya berbinar bahagia, itulah yang paling aku suka. Tidak peduli berapa jerawat yang tumbuh di pipinya. Juga betapa berbedanya warna kulit kami. Tapi itulah cinta, tak memandang itu semua kalau hati bicara lain.
“Boleh… fa, boleh. Apapun yang kamu mau dari aku.”
Aku mendekatkan keningku padanya dan berkata, “Ini.”
Namun ia tak mengerti apa yang aku maksud. “Apa?” tanyanya.
“Ini, pengganti kejadian pagi-pagi waktu itu. kamu masih inget, kan?” Ucapku. Namun ia masih terdiam. Aku mengangkat wajah, melihatnya mengusap mata.
“Kenapa?” Tanyaku, “Kamu nangis?”
“Aku cuma nggak nyangka, ternyata semua ini terjadi juga, fa. Disaat kita udah bisa mencintai satu sama lain.”
“Dika,aku mau minta satu hal lagi. Mau kan kamu tetap ngeliat aku dengan tatapan teduh kamu itu? Dengan cara kamu natap aku dan semua kerlingan yang membuat aku jatuh cinta.”
“Mata aku nggak seindah yang kamu pikiran, Fa. Liat.. mata aku sekarang berkantung.”
“Engga dik, ini bukan soal kantung mata atau semacamnya. Tapi ini tentang sesuatu yang ada didalam mata kamu. Yang nggak bisa aku ungkapin pake kata-kata. ”
Malam itu aku merasa jadi wanita paling beruntung di dunia. Bersama Dika, actor yang sebentar lagi akan terkenal. Walaupun wajahnya tidak setampan actor lain, tapi aku percaya ia akan memiliki banyak penggemar. Mungkin para remaja akan menyukai seorang actor yang tampan untuk pertama kali, tapi percayalah selebihnya mereka akan lebih menyukai artis berwajah manis seperti suamiku ini… Dika .
Bandung, 22.19 3-07-2012
so weet :')
ReplyDeleteSO SWEET <3
ReplyDelete